Ditambahkan | 10:32:00 AM |
Kategori | Cerpen |
Harga | MENJADI PENDENGAR YANG BAIK “lohh,, kok hujan-hujan kesini? Kan jadi basah..” kataku mempersilahkan Ani segera masuk dari jeratan hujan...undefined |
Share | |
Hubungi Kami | Call center WA:085330202714 Layanan Sms neo56design@gmail.com BB Messenger da2ebb6d |
BELI |
Review CERPEN -Mencari Simbol Hidup- Bag 3
MENJADI PENDENGAR YANG BAIK
“lohh,, kok hujan-hujan kesini? Kan jadi basah..” kataku mempersilahkan Ani segera masuk dari jeratan hujan lebat.
Aku bergegas mengambilkan handuk
untuk dia. Kuberi isyarat kakak perempuanku untuk memberikan baju pengganti untuknya
yang basah kuyup. Segera kuminta Ani mengeringkan badannya dan menganti
pakaiannya dikamar mandi.
“Jen, dia perempuan yang pernah jadi
peserta pelatihanku” kataku singkat agar Jen tak bertanya-tanya.
Diluar masih hujan lebat, kilatan
halilintar terlihat terang seperti camera yang seolah-olah siap memotret jagad
raya. Aku dan Jen menunggu Ani selesai ganti baju. Aku khawatir Jen cemburu
lagi, yang terlihat raut wajah dia sudah tak memancarkan keceriaanya kembali. Spertinya
dia cemburu dan khawatir, Itu yang ku tangkap dari wajah Jen. Tak lama kemudian
Ani datang dan kupersilahkan duduk di ruang tamu bersama kami.
Dua menit setelah Ani duduk, Jen
tiba-tiba pergi dari ruang tamu. “apa dia benar-benar cemburu ya” batinku. Wah
gawat bisa-bisa Ani melihat ketidak nyamanan Jen saat dia datang. Ani dengan
rambut basahnya, bibirnya yang biru karena kedinginan, baju dari kakak
perempuanku yang dipakainya juga terlihat besar. Meskipun begitu Ani tetap
cantik. Hehe...
Dari arah dapur Jen datang membawakan
Teh hangat untuk Ani. Alhamdulilah dia tidak cemburu ternyata. Buktinya Jen mau
membuatkan Teh hangat untuk Ani. Satu tahun lebih tua Ani ketimbang Jen.
Meskipun selisih satu tahun mereka berdua terlihat masih seumuran dan semuanya
cantik.
Wanita pegawai swasta di salah satu
perusahaan Susu Formula ini tiba-tiba menangis. Wajahnya yang semula tampak
putih dan segar dapat guyuran hujan, kini berubah merah. Beberapa kali
tangannya membersihkan air mata yang menetes tiada henti. Jen yang melihat Ani
menangis, juga ikut merasaka sepertinya. Mungkin karena sama-sama wanita, jadi
dia mencoba memahami isi hati kaumnya ini.
Jen yang semula duduk disampingku
sekarang pindah kekursi depanku, di samping kanan Ani. “mbak, udah gak apa-apa,
semua pasti berlalu kok” Jen menenangkan seolah-olah apa yang dirasakan Ani,
Jen tau.
Ani sudah mulai tidak mengeluarkan
air mata lagi, meskipun isak tangis masih ada, wajah yang merah dan mata panda
yang terlihat jelas mengukir di wajahnya. Dia mulai bercerita tentang
keadaannya akhir-akhir ini. Apa yang dialaminya membuat dia hampir memutuskan
mengakhiri hidup.
Ani yang bekerja di perusahaan susu
formula dengan posisi yang cukup menjanjikan ini bermula dari seorang teman
yang sudah 5 bulan dikenalnya. Aku dan Ani yang ketemu pertama kali 4 bulan
yang lalu dalam sebuah pelatihan juga sempat membicarakan pria yang dikenalnya
ini. 2 bulan yang lalu Ani dan pria itu memutuskan untuk menjalin hubungan
dekat.
Pria yang berumur 3 tahun diatas Ani
ini mengaku bekerja di salah satu Bank swasta. Awalnya hubungan mereka sangat
baik. Dan pria ini sudah membuat Ani percaya sama dia. Janji yang diberikan
akan menikahi Ani jarak dekat ini. Yahh,,, siapa juga yang tak mau dinikahi
oleh pria tampan apalagi pegawai Bank, tentunya Ani sangat senang. Ani yang
belum punya pasangan tentunya mengaharapkan dapat pasangan hidup yang dia
inginkan, dan itu ada pada si pria tersebut.
Kesenangan Ani tidak berujung lama.
Semula si pria meminjam uang Ani dengan nominal lumayan gede, senilai
Rp.500.000.000. Alasannya untuk membayar kekurangan usaha warung makan dan toko
pakaian yang mulai dibangunnya. Ani langsung memberinya uang tersebut, tanpa
curiga. Namanya juga cinta, katanya.
Karena sayangnya Ani, sampai-sampai
dia memberikan harta terbesarnya yaitu Keperawanan pada si pria. Ani menjalin
hubunganya tak kurang dari satu bulan setengah. Setelah itu, pria tersebut
pergi entah kemana. Uangnya raib dibawa pergi, keperawannanya juga lebur.
Ternyata pria tersebut bukan pegawai
Bank. Dia juga tidak punya usaha warung makan dan toko pakaian. Rencana besar
pria tersebut berhasil sukses, sesukses-suksesnya. Disusun sangat rapi dan
nyaris tidak ada celah untuk orang tidak percaya. Pria penipu ini pergi entah
kemana. Dan ternyata banyak orang yang dikibuli olehnya tidak terkecuali Ani.
“mas, apa yang harus aku lakukan?”
suara tangis Ani semakin kencang. Ani yang tak kuat menahan emosinya memeluk
Jen yang ada di samping kanannya.
“mbak Ani, tenangin diri dulu” aku
mencoba berbicara.
“iya mbak, mbak Ani ambil wudhu aja
dulu deh lalu sholat sunah biar jiwa lebih tenang” Jen menambahkan sambil
mengelus-elus punggung Ani.
Ani menuruti apa kata Jen. Karena badan
dan kakinya lemas disebabkan kebanyakan menangis akhirnya Jen bantu memapahnya
pergi kekamar mandi.
Sepuluh menit kemudian Ani kembali
keruang tamu dengan wajah sudah sedikit cerah. Terlihat senyum kecilnya tampak
dipaksa. Ani kembali duduk di kursi yang tadi dia duduki dan menyeruput Teh
yang sudah disediakan Jen sejak tadi. Mungkin saja dia haus karena habis menangis .
Sebenarnya saat sudah menceritakan
apa unek-uneknya yang menyangkut emosi. Itu juga sudah bentuk terapi. Apalagi
menceritakannya diikuti dengan emosi yang intens. Ditambah lagi dengan leading
dan motivasi. Dalam kasus Ani ini, sebenarnya dia tidak butuh saran orang lain.
Dia hanya butuh pendengar yang mau mendegarkan curahan hatinya. Apalagi wanita
dengan posisi manager muda yang dia punyai, tentunya banyak rencana setelah ini
yang lebih besar dan berhati-hati dalam menaruh kepercayaan terutama pada
seorang pria.
Setelah Ani lebih tenang, aku hanya
melakukan terapi sederhana. Yaitu mengkonsdisikan berdamai dengan diri sendiri,
menerima diri apa adanya, menerima apapun yang sudah didapatkan baik yang
negatif maupun posisitf dan memafkan siapapun orang yang telah berlaku buruk
kepadanya. Kugunakan teknik Hypno-EFT dan terapi air agar dia mampu
mengkondisikan dirinya sendiri untuk lebih tenang, aman dan damai.
Jen yang melihat proses terapi ini
secara langsung membuat dia lebih mengerti bahwa profesi yang aku lakukan tidak
mudah. Butuh ketelatenan dan kemampuan khusus saat terapi. Jen akhirnya bisa
sangat mengeri profesiku. Dia juga sekarang sudah tidak cemburu dan apalagi
marah saat aku dekat dengan client karena itu salah satu proses service dan
menjaga hubungan baik kepada client
***bersambung***